PROSPEK PERLINDUNGAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
DALAM KESENIAN TRADISIONAL DI INDONESIA
Penulis : AGNES VIRA ARDIAN
Institusi : UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
ABSTRAK
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai perlindungan
hukum hak kekayaan intelektual dalam kesenian tradisional di Indonesia, dan
untuk mengetahui dan menganalisis mengenai prospek hukum hak kekayaan
intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan bagi kesenian
tradisional dari pembajakkan oleh negara lain. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif. Spesifikasi penelitian
dalam penulisan hukum ini adalah bersifat deskriptif analitis. Jenis datanya
berupa data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan
tersier. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan atau dokumentasi. Metode
analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif kemudian disimpulkan
menggunakan logika deduksi untuk membangun sistem hukum positif.
Hasil penelitian
menunjukan bahwa perlindungan hukum hak kekayaan intelektual dalam kesenian tradisional
di Indonesia, dibagi menjadi dua yaitu : Perlindungan Preventif dan
Perlindungan Represif. Perlindungan
Preventif terdapat dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Sedang mengenai perlindungan
represifnya pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak
ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan
ciptaan itu. Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga
agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh
dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya
ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Gugatan
pencipta atau ahli warisnya yang tanpa persetujuannya itu diatur dalam Pasal 55
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang menyebutkan bahwa penyerahan hak
cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau
ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya: 1) Meniadakan nama
pencipta pada ciptaan itu; 2) Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya; 3)
Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau 4) Mengubah isi ciptaan. Prospek
hukum hak kekayaan intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan
perlindungan hukum bagi kesenian tradisional dari pembajakkan oleh negara lain
adalah : a) Pembentukan perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat lokal; b) Pelaksanaan dokumentasi sebagai sarana untuk defensive protection dengan melibatkan
masyarakat atau LSM dalam proses
efektifikasi dokumentasi dengan dimotori Pemerintah Pusat dan Daerah; c)
Menyiapkan mekanisme benefit sharing
yang tetap.
PENDAHULUAN
Keberadaan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat
terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri.
Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.
HKI telah diatur
dengan berbgai peraturan‐perundang‐undangan sesuai dengan tuntutan TRIPs, yaitu
UU No. 29 Tahun 2000 (Perlindungan Varietas Tanaman), UU No. 30 Tahun 2000
(Rahasia Dagang), UU No. 31 Tahun 2000 (Desain Industri), UU No. 32 Tahun 2000
(Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu), UU No. 14 Tahun 2001 (Paten), UU No. 15
Tahun 2001 (Merek), dan UU No. 19 Tahun 2002 (Hak Cipta).
HKI terkait
dengan kreativitas manusia, dan daya cipta manusia dalam memenuhi kebutuhan
atau memecahkan masalah kehidupannya, baik dalam seni, ilmu pengetehuan dan
teknologi maupun produk unggulan suatu masyarakat. Oleh karena itu,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disertai dengan eksistensi HKI
sangat penting. Dimana kegiatan penelitian ini tidak dapat menghindar dari
masalah HKI apabila menginginkan suatu penghormatan hak maupun inovasi baru,
dan orisinalitasnya.
Hukum kekayaan
intelektual bersifat asing bagi kepercayaan yang mendasari hukum adat, sehingga
kemungkinan besar tidak akan berpengaruh atau kalaupun ada pengaruhnya kecil di
kebanyakan wilayah di Indonesia. Hal inilah yang barangkali menjadi halangan
terbesar yang dapat membantu melegitimasi penolakan terhadap kekayaan
intelektual di Indonesia yaitu konsep yang sudah lama diakui kebanyakan
masyarakat Indonesia sesuai dengan hukum adat.
Di tengah upaya
Indonesia berusaha melindungi kekayaan tradisionalnya, negara-negara maju justru
menghendaki agar pengetahuan tradisional,
ekspresi budaya, dan sumber daya genetik itu dibuka sebagai public property atau public domain, bukan sesuatu yang harus
dilindungi secara internasional dalam bentuk hukum yang mengikat. Kekayaan
intelektual tradisional Indonesia dalam dilema. Di satu sisi rentan terhadap
klaim oleh negara lain, di sisi lain pendaftaran kekayaan intelektual tradisional
sama saja menghilangkan nilai budaya dan kesejarahan yang melahirkannya dan
menggantinya dengan individualisme dan liberalisme.
METODOLOGI
Adapun metode
penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang bersifat ilmiah ini
adalah sebagai berikut :
1. Metode
Pendekatan
Hukum memiliki
pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan konsep yang diberikan kepadanya,
menurut Soetandyo Wignyosoebroto terdapat 5 (lima) konsep hukum yang telah
dikemukakan dalam setiap penelitian,
yaitu:
a. Hukum adalah asas-asas moral atau keadilan yang
universal dan secara inheren merupakan bagian dari hukum alam, atau bahkan
sebagai bagian dari kaidah-kaidah yang bersifat supranatural.
b. Hukum merupakan norma atau kaidah yang bersifat
positif, kaidah ini berlaku pada suatu waktu dan wilayah tertentu yang menjadi
dasar legitimasi kekuasaan politik. Hukum semacam ini dikenal sebagai tata hukum
suatu Negara.
c. Hukum
adalah keputusan-keputusan badan peradilan dalam penyelesaian kasus atau
perkara (inconcreto). Putusan Hakim itu kemungkinan akan menjadi preseden bagi
penyelesaian kasus berikutnya.
d. Hukum merupakan institusi sosial yang secara
riil berfungsi dalam masyarakat sebagai mekanisme pemeliharaan ketertiban dan penyelesaian
sengketa, serta pengarahan dan pembentukan pola perilaku yang baik.
e. Hukum merupakan makna simbolik yang terekspresi
pada aksi-aksi serta interaksi warga masyarakat. Adanya berbagai arti hukum yang telah
dikonsepkan seperti di atas menunjukkan bahwa hukum memiliki spektrum yang
sangat luas. Hukum tereksistensi dalam berbagai rupa, yaitu berupa nilai-nilai
yang abstrak, berupa norma-norma atau kaidah yang positif, berupa keputusan
hakim, berupa perilaku sosial, serta berupa makna-makna simbolik.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi
penelitian dalam penulisan hukum ini adalah bersifat deskriptif analitis, yaitu
menggambarkan keadaan dari obyek yang diteliti dan sejumlah faktor-faktor yang
mempengaruhi data yang diperoleh itu dikumpulkan, disusun, dijelaskan, kemudian
dianalisis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu.
Penelitian ini
dikatakan deskriptif karena hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai
perlindungan hukum dalam kesenian daerah/folklore. Dikatakan analitis karena
terhadap data yang diperoleh selanjutnya akan dilakukan analisis dari aspek
yuridis dan budaya terhadap pembajakkan dalam kesenian tradisional/folklore.
3. Data dan
Sumber Data
Karena penelitian
ini merupakan penelitian hukum normatif, maka jenis data yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang mencakup:
- Bahan hukum primer, yaitu semua bahan/materi hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Meliputi peraturan perundang-undangan, Keputusan Presiden, Rancangan Undang-Undang dan lain-lain.
- Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Meliputi jurnal, buku-buku referensi, hasil karya ilmiah para sarjana.
- Bahan hukum tersier, yaitu semua bahan hukum yang memberikan petunjuk/penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Meliputi bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia dan sebagainya.
4. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan atau teknik dokumentasi.
Studi kepustakaan yaitu berupa pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan
dengan cara mempelajari bukubuku/literatur-literatur yang berhubungan dengan
judul dan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Sedangkan studi
dokumen yaitu berupa data yang diperoleh melalui bahan-bahan hukum yang berupa
Undangundang atau Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik
pengumpulan data dengan studi pustaka ini menggunakan penelusuran katalog.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dipergunakan
adalah analisis data kualitatif, yaitu proses penyusunan, mengkatagorikan data
kualitatif, mencari pola atau tema dengan maksud memahami maknanya. Metode
analisis data dilakukan dengan cara, data yang diperoleh akan dianalisis secara
kualitatif. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif
yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat umum dan
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan pokok
permasalahan tersebut. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan
disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa
adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian
ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini.
PEMBAHASAN
1. Konsepsi Dasar Hak Kekayaan
Intelektual
Pengertian HKI adalah yang mengatur segala karya-karya
yang lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia. HKI disebut juga dengan IPR (Intellectual Property Right). Dengan demikian IPR
merupakan pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual,
yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi
manusia (human right).
Untuk mengetahui ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual maka harus
diketahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis benda. Terdapat tiga jenis benda
yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu:
- Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekomunikasi dan informasi dan sebagainya.
- Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko dan pabrik.
- Benda tidak berwujud seperti paten, merek, dan hak cipta.
HKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis seperti yang digolongkan
oleh WIPO (World Intellectual Property Organization), yaitu:
1. Hak Cipta (Copy Right)
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property),
yang mencakup:
a. Paten (Patent)
b. Merek (Trade Mark)
c. Desain Produk Industri dan
a. Paten (Patent)
b. Merek (Trade Mark)
c. Desain Produk Industri dan
d. Penanggulangan
praktek persaingan curang (Repression of Unfair Competition Practices)
2. Prinsip-Prinsip Dasar Perlindungan Hukum Hak Cipta
Dua hak moral utama yang terdapat dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta adalah:
- Hak untuk memperoleh pengakuan, yaitu hak pencipta untuk memperoleh pengakuan publik sebagai pencipta suatu karya guna mencegah pihak lain mengklaim karya tersebut sebagai hasil kerja mereka, atau untuk mencegah pihak lain memberikan pengakuan pengarang karya tersebut kepada pihak lain tanpa seijin pencipta.
- Hak Integritas, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas perubahan yang dilakukan terhadap suatu karya tanpa sepengetahuan si Pencipta.
3. Pengaturan Hak Cipta menurut UU No. 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta
Ciptaan-ciptaan yang dilindungi berdasarkan UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta adalah ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dua
persyaratan pokok untuk mendapatkan perlindungan hak cipta, yaitu unsur
keaslian dan kreativitas dari suatu karya cipta. Bahwa suatu karya cipta adalah
hasil dari kreativitas penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan serta tidak
harus baru atau unik, namun harus menunjukkan keaslian sebagai suatu ciptaan
seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitas yang bersifat pribadi. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 dalam Penjelasannya menyatakan
bahwa :
“Perlindungan Hak
Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta
harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian
sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian
sehingga Ciptaan itu dapat
dilihat, dibaca, atau didengar.”
Menurut Pasal 15 sampai Pasal 18 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, pembatasan hak cipta atau yang tidak dianggap melanggar hak cipta dengan
syarat tertentu dapat dikelompokkan ke dalam:
- Sumbernya harus disebut atau dicantumkan
- Pemberian imbalan atau ganti rugi yang layak
4. Ketetuan Pidana di Bidang Hak Cipta dalam UU No. 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta
Definisi pelanggaran hak cipta tidak dijelaskan secara
eksplisit dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun, pelanggaran hak
cipta dapat dijelaskan dengan pengertian sebagai berikut :
“Pelanggaran Hak
Cipta berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti penggunaan hak cipta,
yang adalah hak pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan pendaftaran hak cipta
oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Jika seseorang mencuri barang
milik orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras atau mengambil dan
menggunakannya tanpa izin, termasuk kejahatan besar. Setiap orang tahu bahwa
mencuri barang milik orang lain adalah salah. Tetapi dalam hal barang tidak
dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa bersalah bila
mencurinya.”
5. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual dalam Kesenian Tradisional Indonesia
Kebudayaan
Indonesia merupakan salah satu kompleksitas budaya di dunia yang memiliki ciri
dan karakter khas, dimana masyarakat menjadi elemen pendukung utama. Kebudayaan
dengan sendirinya telah terintegrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
baik dalam pola hidup secara sosial, ekonomi, politis, pemerintahan
tradisional, dan lain-lain. Meski demikian, dengan potensi budaya yang sangat
potensial dan integritas masyarakat serta budaya dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, ternyata sangat sulit sekali membangun sebuah sistem industri
budaya yang akan berfungsi mendukung energi kreatif masyarakat pendukung
kebudayaan tersebut.
Pasal 10
Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Negara
Indonesia memegang hak cipta atas karya-karya anonim, dimana karya tersebut
merupakan bagian dari warisan budaya komunal maupun bersama. Contoh dari
karya-karya tersebut adalah folklore, cerita rakyat, legenda, narasi sejarah,
komposisi, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian dan kaligrafi. Sampai
saat ini pasal tersebut belum diturunkan dengan peraturan pemerintah. Sehingga
ada banyak pertanyaan yang masih melekat seputar dampak yang dapat
ditimbulkannya.
Warisan budaya
yang terdapat di masing-masing daerah di Indonesia dapat dilindungi Hak Cipta,
guna menghindarkan penggunaan oleh negara lain. Pasal 12 ayat (1) Undang-undang
Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menyebutkan warisan budaya baik seni tari, cerita
rakyat maupun aset seperti rumah adat, merupakan salah satu ciptaan yang dapat
dilindungi hak cipta dan berlaku selama hidup pencipta ditambah 50 tahun.
Sedangkan untuk
tarian daerah yang tidak diketahui dengan pasti penciptanya karena diturunkan
dari generasi ke generasi, maka sesuai Pasal 10 ayat (2) UU Hak Cipta, menjadi
milik bersama artinya negara yang memiliki. Selanjutnya dalam ayat (3) pasal
itu, mengatur bahwa setiap orang yang bukan warga negara Indonesia harus
terlebih dahulu memperoleh ijin untuk mengumumkan atau memperbanyak
tarian-tarian khas suatu daerah.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu hasil karya seni harus dilindungi karena ini berhubungan dengan suatu kreatifitas seseorang. Adapun Undang-undang yang mengatur tentang Hak Cipta yaitu Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Yang berbunyi “Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.”
HKI pada intinya terdiri dari Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri dimana hak kekayaan industri terdiri dari paten (Patent), merek (Trade Mark), Desain Produk Industri dan penanggulangan praktek persaingan curang (Repression of Unfair Competition Practices).
HKI pada intinya terdiri dari Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri dimana hak kekayaan industri terdiri dari paten (Patent), merek (Trade Mark), Desain Produk Industri dan penanggulangan praktek persaingan curang (Repression of Unfair Competition Practices).
Dan menurut pasal 15 sampai pasal 18 UU
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang tidak dianggap melanggar hak cipta
yaitu dengan syarat mencantumkan sumbernya dan pemberian imbalan atau ganti
rugi.
Dan mengenai Hak Kekayaan Intelektual terhadap kesenian tradisonal Indonesia telah diatur dalam Pasal 10 Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa Negara Indonesia memegang hak cipta atas karya-karya anonim, dimana karya tersebut merupakan bagian dari warisan budaya komunal maupun bersama.
Nama Kelompok :
- Ajeng Ayu SeptyaNingrum {20210451}
- Faidah Nailufah {29210382}
- Nia Fandani {24210954}
- Yuli Kahono Susanti {28210742}
www.gunadarma.ac.id