ANTI MONOPOLI
Oleh: Agus Raharjo
Oleh: Agus Raharjo
(Dimuat
di Jurnal Kosmik Hukum Univ. Muhammadiyah Purwokerto
Vol.
1 No. 2 Tahun 2001, hal. 41-46)
ABSTRAKSI
Kebijakan Pemerintah orde baru dalam bidang ekonomi telah
menguasai dan memonopoli perekonomian Indonesia. Monopoli
yang dilakukan oleh pengusaha ternyata tidak diikuti dengan tanggung jawab sosial korporasi sehingga pelaku
usaha/ konglomerat/ pengusaha melakukan dua
kejahatan sekaligus yaitu monopoli pasardan kejahatan korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab korporasi. Penghapusan monopoli
perlu dihapuskan dan kejahatan korporasi
berupa tidak adanya tanggung jawab korporasi. Kebijakan monopoli perlu dihapuskan.
Kata kunci: Monopoli,
Korporasi dan Tanggung Jawab Sosial
PENDAHULUAN
Kondisi perekonomian Indonesia
betul-betul terpuruk sejak krisis moneter 1997 sampai sekarang. Krisis ekonomi
yang berlangsung hingga hari ini merupakan akibat dari perbuatan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah. Jika dilihat dari segi
sejarah konstitusi, kata monopoli bukanlah hal yang baru lagi. Praktek ketatanegaraan
menunjukkan bahwa anti monopoli yang ada dalam UUD 1945 dikebiri, peran
pemerintah begitu dominan dalam menentukan kebijakan ekonomi dan pelaku usaha
harus benar-benar pandai menyiasatinya.
Tulisan ini bermaksud untuk memperoleh gambaran yang
sejelas-jelasnya mengenai kejahatan korporasi dengan praktek monopoli yang
berlangsung di Indonesia serta implikasi undang-undang
anti monopoli di masa mendatang.
LANDASAN TEORI
A. Model Perbuatan
Pemerintah yang Mendorong Praktek Monopoli
Pertumbuhan ekonomi akan tumbuh dengan baik dalam lingkungan
yang kompetitif. Kondisi ini menjadi syarat mutlak untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang efisien, termasuk proses industrialisasi yang efisien. Dalam pasar
yang kompetitif, perusahaan-perusahaan akan bersaing untuk menarik lebih banyak
konsumen dengan menjual produk mereka dengan harga yang serendah mungkin, dan
meningkatkan mutu produk.
Rintangan pertama yang berkaitan dengan persaingan domestik
bukan tingkat konsentrasi pasar yang tinggi, tetapi rintangan artificial yang dibuat
oleh kebijakan pemerintah dengan memberikan proteksi yang tinggi bagi
perusahaan-perusahaan mapan. Hal ini mengakibatkan biaya ekonomi yang tinggi
bagi masyarakat.
Rintangan artificial yang dibuat pemerintah orde baru
diantaranya didirikannya kartel-kartel, pemberian lisensi secara eksklusif,
peraturan-peraturan ad hoc, rintangan
perdagangan antar daerah dan pengaturan pemasaran hasil pertanian. Pemberian lisensi
eksklusif ini tampak nyata dalam pemberian lisensi kepada Badan Penyangga dan
Pemasaran Cengkeh (BPPC) tahun 1991 yang memonopoli pembelian dan penjualan
cengkeh yang mengakibatkan anjloknya harga cengkeh sampai tingkat terendah.
B. Undang-Undang Anti
Monopoli
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh
kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan
persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting
competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
C. Kegiatan yang Dilarang
dalam Anti Monopoli
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat
2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik,
telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta
sepenuhnya.
D. Hal-Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu
- Pasal 50
- perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
- perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
- perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
- perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
- perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
- perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
- pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
- kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
- Pasal 51
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut
- Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
- Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
- Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
- Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
- Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
- Efisiensi alokasi sumber daya alam
- Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
- Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
- Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
- Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
- Menciptakan inovasi dalam perusahaan
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
- Pasal 48
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
- Pasal 49
- pencabutan izin usaha; atau
- larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
- penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
KESIMPULAN
Praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat tumbuh karena adanya kolaborasi antara
pengusaha dengan pelaku usaha atau korporasi. Pemerintah tidak bisa mengawasi
tindakan korporasi dan mengontrol tindakannya sendiri sehingga muncul kebijakan
pendirian kartel-kartel, pemberian lisensi secara eksklusif,
peraturan-peraturan ad hoc, rintangan perdagangan antar daerah, pengaturan
pemasaran hasil pertanian, pemberian subsidi dan keringanan pajak serta
diijikannya merger di antara usaha yang sejenis.
Praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat ini ternyata diikuti dengan tindakan kejahatan
korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab social korporasi terhadap produk
yang dipasarkan. Akibatnya timbul penderitaan yang dirasakan oleh bangsa
Indonesia terutama generasi muda berupa kemunduran kualitas berpikir sehingga
bangsa ini mudah dibohongi.
Nama kelompok :
- Ajeng Ayu SeptyaNingrum
- Desti Citra Pertiwi
- Faidah Nailufah
- Nia Fandany
- Yuli Kahono Susanti
sumber
0 komentar:
Posting Komentar