Senin, 07 Mei 2012

Jurnal Anti Monopoli

0

ANTI MONOPOLI 


Oleh: Agus Raharjo
(Dimuat di Jurnal Kosmik Hukum Univ. Muhammadiyah Purwokerto
Vol. 1 No. 2 Tahun 2001, hal. 41-46)


ABSTRAKSI
            Kebijakan Pemerintah orde baru dalam bidang ekonomi telah menguasai dan memonopoli perekonomian Indonesia. Monopoli yang dilakukan oleh pengusaha ternyata tidak diikuti dengan tanggung jawab sosial korporasi sehingga pelaku usaha/ konglomerat/ pengusaha melakukan dua kejahatan sekaligus yaitu monopoli pasardan kejahatan korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab korporasi. Penghapusan monopoli perlu dihapuskan dan kejahatan korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab korporasi. Kebijakan monopoli perlu dihapuskan.

Kata kunci: Monopoli, Korporasi dan Tanggung Jawab Sosial

PENDAHULUAN

          Kondisi perekonomian Indonesia betul-betul terpuruk sejak krisis moneter 1997 sampai sekarang. Krisis ekonomi yang berlangsung hingga hari ini merupakan akibat dari perbuatan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah. Jika dilihat dari segi sejarah konstitusi, kata monopoli bukanlah hal yang baru lagi. Praktek ketatanegaraan menunjukkan bahwa anti monopoli yang ada dalam UUD 1945 dikebiri, peran pemerintah begitu dominan dalam menentukan kebijakan ekonomi dan pelaku usaha harus benar-benar pandai menyiasatinya.
            Tulisan ini bermaksud untuk memperoleh gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai kejahatan korporasi dengan praktek monopoli yang berlangsung di Indonesia serta implikasi undang-undang anti monopoli di masa mendatang.


LANDASAN TEORI

A. Model Perbuatan Pemerintah yang Mendorong Praktek Monopoli
            Pertumbuhan ekonomi akan tumbuh dengan baik dalam lingkungan yang kompetitif. Kondisi ini menjadi syarat mutlak untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang efisien, termasuk proses industrialisasi yang efisien. Dalam pasar yang kompetitif, perusahaan-perusahaan akan bersaing untuk menarik lebih banyak konsumen dengan menjual produk mereka dengan harga yang serendah mungkin, dan meningkatkan mutu produk.
            Rintangan pertama yang berkaitan dengan persaingan domestik bukan tingkat konsentrasi pasar yang tinggi, tetapi rintangan artificial yang dibuat oleh kebijakan pemerintah dengan memberikan proteksi yang tinggi bagi perusahaan-perusahaan mapan. Hal ini mengakibatkan biaya ekonomi yang tinggi bagi masyarakat.
            Rintangan artificial yang dibuat pemerintah orde baru diantaranya didirikannya kartel-kartel, pemberian lisensi secara eksklusif, peraturan-peraturan ad hoc, rintangan perdagangan antar daerah dan pengaturan pemasaran hasil pertanian. Pemberian lisensi eksklusif ini tampak nyata dalam pemberian lisensi kepada Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) tahun 1991 yang memonopoli pembelian dan penjualan cengkeh yang mengakibatkan anjloknya harga cengkeh sampai tingkat terendah.

B. Undang-Undang Anti Monopoli
            Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

C. Kegiatan yang Dilarang dalam Anti Monopoli
            Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.


D. Hal-Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu
  • Pasal 50
  1. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
  3. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
  4. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
  5. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
  6. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
  7. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
  8. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
  9. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
  • Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut
  • Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
  • Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  • Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat

  • Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
  • Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
  • Efisiensi alokasi sumber daya alam
  • Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
  • Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
  • Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
  • Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
  • Menciptakan inovasi dalam perusahaan
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

  • Pasal 48
    1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
    2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
    3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
  • Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
    1. pencabutan izin usaha; atau
    2. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
    3. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.



KESIMPULAN

            Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tumbuh karena adanya kolaborasi antara pengusaha dengan pelaku usaha atau korporasi. Pemerintah tidak bisa mengawasi tindakan korporasi dan mengontrol tindakannya sendiri sehingga muncul kebijakan pendirian kartel-kartel, pemberian lisensi secara eksklusif, peraturan-peraturan ad hoc, rintangan perdagangan antar daerah, pengaturan pemasaran hasil pertanian, pemberian subsidi dan keringanan pajak serta diijikannya merger di antara usaha yang sejenis.

            Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini ternyata diikuti dengan tindakan kejahatan korporasi berupa tidak adanya tanggung jawab social korporasi terhadap produk yang dipasarkan. Akibatnya timbul penderitaan yang dirasakan oleh bangsa Indonesia terutama generasi muda berupa kemunduran kualitas berpikir sehingga bangsa ini mudah dibohongi.





Nama kelompok :


  • Ajeng Ayu SeptyaNingrum
  • Desti Citra Pertiwi
  • Faidah Nailufah
  • Nia Fandany
  • Yuli Kahono Susanti


sumber


0 komentar:

Posting Komentar