Jumat, 01 Juni 2012

Review Jurnal Hukum Perdata

0


WUJUD GANTI RUGI 

MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Penulis             : Merry Tjoanda
Kata Kunci       : compensation (kompensasi)
Sumber            :  


ABSTRAK
           
Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih, yang menimbulkan hak dan istilah obligasi.debitur atau hutang tidak memenuhi kewajibannya karena ada unsurnya, maka pemberi pinjaman memiliki hak untuk menuntut restitusi, ini adalah apa yang melatarbelakangi penulisan ini bagaimana masalah dengan bentuk kompensasi menurut buku  hukum perdata? hasil yang diperoleh bahwa kompensasi sebagai akibat dari standar yang ditetapkan dalam kitab perbuatan hukum perdata, juga berlaku untuk kompensasi sebagai hasilnya dari bertindak. melanggar hukum memberikan  berupa kerugian material dan imateriil,kemudian bentuk kompensasi dapat berupa natura (uang) atau innatura.

PENDAHULUAN
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain,dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur  atau si berpiutang,sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang.Tuntutan atau kewajiban tersebut lazimnya disebut sebagai prestasi.Pasal 1234 KUHP perdata :
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,untuk berbuat sesuatu,atau untuk tidak berbuat sesuatu.”
 Menurut Pasal 1234 KUHP perdata prestasi itu dibedakan atas :
1.      Memberikan sesuatu
2.      Berbuat sesuatu
3.      Tidak berbuat sesuatu
Dalam hal debitur atau si berutang tidak memenuhikewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsure salah padanya,maka ada akibat-akibat hukum yang bisa menimpa dirinya,yaitu :
·         Pertama-tama,sebagai yang disebutkan dalam pasal 1236 KUHP perdata :
“si berutang adalah wajib memberikan ganti biaya,rugi dan bunga kepada si berpiutang,apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya,atau telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya”
Dan 1243 KUHP perdata :
“Penggantian biaya,rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan,barulah mulai diwajibkan,apabila si berutang,setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya,tetap melalaikannya,atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggng waktu yang telah dilampaukannya”

   Kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian,yang berupa ongkos-ongkos kerugian dan bunga.Akibat hukum seperti ini menimpa debitur baik dalam perikatan untuk memberikan sesuatu,untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu.
·         Kedua,Pasal 1237 KUHP perdata mengatakan :
“dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu,kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan,adalah atas tanggungan si berpiutang”
·         Yang Ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik,maka berdasarkan pasal KUHP perdata :
“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik.manakala salah satu pihak tidak memeuhi kewajibannya”

       Maka kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian,dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.Tetapi kesemuanya itu tidak mengurangi hak dari kreditur untuk tetap menuntut pemenuhan.Apabila salah satu pihak dalam perikatan merasa dirugikan tersebut untuk melakukan gugatan ganti rugi.Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penulisan dengan pemasalahan bagaimana wujud ganti rugi menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata?

PEMBAHASAN
1.Pengertian Kerugian
    Pengertian kerugian menurut R.Setiawan adalah kerugian nyata yang terjadi karena wanprestasi.Adapun besarnya kerugian ditentukan dengan membandingkan keadaan kekayaan setelah wanprestasi dengan keadaan jika sekiranya tidak terjadi wanprestasi.

       Pengertian kerugian yang hampir sama dikemukakan pula oleh Yahya Harahap,ganti rugi ialah  “Kerugian nyata” atau “fietelijke nadeel” yang ditimbulkan perbuatan wanprestasi .Kerugian nyata ini ditentukan oleh suatu pebandingan keadaan yang tidak dilakukan oleh pihak debitur.Lebih lanjut dibahas oleh Harahap,kalau begitu dapat kita ambil suatu rumusan,besarnya jumlah ganti rugi kira-kira sebesar jumlah yang ‘wajar’ sesuai dengan besarnya nilai prestasi yang menjadi obyek perjanjian disbanding dengan keadaan yang menyebabkan timbulnya wanprestasi.Atau ada juga yang berpendapat besarnya ganti rugi ialah “sebesar kerugian nyata”  yang diderita kreditur yang menyebabkan timbulnya kekurangan nilai keuntungan yang akan diperolehnya.Lebih lanjut dikatakan olehAbdulkadir Muhammad,bahwa pasal 1243 KUHP Perdata sampai dengan pasal 1248 KUHP Perdata merupakan pembatasan-pembatasan yang sifatnya sebagai perlindungan undang-undang terhadap debitur dari  perbuatan sewenang-wenang pihka kreditur sebagai akibat wanprestasi.

     Pengertian kerugian yang lebih luas dikemukakan olehMR.J.H.Nieuwenhuis sebagaimana yang diterjemahkan oleh Djasadin Saragih,pengertian kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu  yang disebabkan oleh perbuatan yang melanggar norma oleh pihak yang lain.Yang dimaksud dengan pelanggaran norma oleh Nieuwenhiuis disini adalah berupa wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.Bila kita tinjau secara mendalam,kerugian adalah suatu pengertian yang relative,yang bertumpu pada suatu perbandingan antara dua keadaan.Kerugian adalah selisih (yang merugikan) antara keadaan yang timbul sebagai akibat pelanggaran norma,dan situasi yang seyogyanya akan timbul pelanggaran norma tersebut tidak terjadi.

    Sehingga dapat ditarik suatu rumusan mengenai kerugian adalah situasi berkurangnya harta kekayaan salah satu pihak yang ditimbulkan dari suatu perikatan (baik melalui perjanjian maupun melalui undang-undang) dikarenakan pelanggaran norma oleh pihak lain.

2.Unsur-Unsur Ganti Rugi
Dalam pasal 1246 KUHP Perdata menyebutkan :
“biaya,rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantinya,terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya,dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut dibawah ini.

Menurut Abdulkadir Muhammad,dari pasal 1246 KUHP Perdata tersebut,dapat ditarik unsure-unsur ganti rugi adalah sebagai berikut :
a. Ongkos-ongkos atau biaya-biaya yang telah dikelarkan (cost),misalnya ongkos cetak,biaya materai,biaya iklan.
b.   Kerugian karena kerusakan,kehilangan barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur (damages).Kerugian disini adalah yang sungguh-sungguh diderita,msalnya busuknya buah-buahan karena keterlambatan penyerahan,ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi sehingga merusakan perabot rumah tangga,lenyapnya barang karena terbakar.
c.  Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest).Karena debitur lalai,kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.MIsalnya A akan menerima beras sekian ton dengan harga pembelian Rp250,00 per kg.Sebelum beras diterima,kemudian A menawarkan lagi kepada C dengan harga Rp275,00 per kg.Setelah perjanjian dibuat,ternyata beras yang diharapkan diterima pada waktunya tidak dikirim oleh penjualnya.Disini keuntungan yang diharapkan Rp25,00 per kg.
      
  Kadang-kadang kerugiannya hanya merupakan kerugian yang diderita saja,tetapi kadang-kadang meliputi kedua-dua unsure tersebut.Satrio melihat bahwa unsure-unsur ganti rugi adalah:
1.      Sebagai pengganti daripada kewajiban prestasi perikatannya untuk mudahnya dapat kita sebut “prestasi pokok” perikatannya,yaitu apa yang ditentukan dalam perikatan yang bersangkutan atau
2.      Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya,seperti kalau ada prestasi yang tidak sebagaimana mestinya,tetapi kreditur mau menerimanya dengan disertai penggantian kerufian,sudah tentu dengan didahului protes atau disertai ganti rugi atas dasar cacat tersembunyi.
3.      Sebagai pengganti atas kerugian yang diderita oleh kreditur oleh karena keterlambatan prestasi dari kreditur,jadi suatu ganti rugi yang dituntut oleh kreditur disamping kewajiban perikatannya
4.      Kedua-duanya sekaligus jadi dituntut baik penggani kewajiban prestasi pokok perikatannya maupun ganti rugi keterlambatannya.

3.Sebab-sebab Kerugian
            Dari pengertian kerugian pada sebab sebelumnya dapat kita lihat bahwa kerugian adalah suatu pengertian kausal,yakni berkurangnya harta kekaaan (perubahan keadaan berkurangnya harta kekayaan),dan diasumsikan adanya suatu peristiwa yang menimbulkan perubahan tersebut.Syarat untuk menggeserkan kerugian itu kepada pihak lain oleh pihak yang dirugikan adalah bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh pelanggaran suatu norma oleh pihak lain tersebut.
Kreditur mempunyai kewajiban untuk berusaha membayar kerugian yang timbul sampai batas-batas yang patut.Kalaukreditur tidak berusaha membatasi kerugian itu maka akibat dari kelalaiannya tidak dapat dibebankan kepada debitur.Ketentuan ini juga dengan prisip dapat digugat dan hubungan adequate.
a.Hubungan Sine Qua Non (Von Buri)
            Syarat pertama untuk membebankan kerugian pada orang lain adalah bahwa telah terjadi pelanggaran norma yang dapat dianggap sebagai condicio sine qua non kerugian tersebut.Menurut teori ini suatu akibat ditimbulkan oleh berbagai peristiwa yang tidak dapat ditiadakan untuk adanya akibat tersebut merupakan suatu kesatuan.
Nieuwenhuis memberikan contoh menarik untuk ini :
^Menyewakan sejumlah kamar kepada beberapa orang,termasuk A dan B.Kamar-kamar tersebut terletak diatas ruang konfeksi milik C. Menurut kontrak sewa,para penyewa dilarang menggunakan alat masak listrik.Dalam urutan kronologis terjadi yang berikut ini:
a.      A menghubungkan alat listrik pemasak air dengan jaringan listrik.
b.      B menggunakan alat listrik pemanas air dalam kamar mandi,yang menyerap tenaga listrik yang sama.
c.       Aliran listrik terhenti dan mesin-mesin jahit listrik di ruang konfeksi C terhenti.
Apa yang menjadi penyebab berhentinya mesin-mesin jahit listrik tersebut? Mesin-mesin itu tidak akan menggunakan alat listrik pemanas air,Jadi tingkah laku A berpengaruh terhadap berhentinya mesin-mesin jahit tersebut.Peristiwa A merupakan syarat untuk timbulnya peristiwa A merupakan  syarat untuk timbulnya peristiwa C dalam artinya bahwa tanpa A tidak akan terjadi (Condicio sine qua non).

b.Hubungan Adequat (Von Kries)
     Kerugian adalah akibat adequate pelanggaran norma apabila pelanggaran norma demikian meningkatkan kemungkinan untuk timbulnya kerugian demikian.Inilah inti ajaran penyebab yang adequate.
     Teori ini berpendapat bahwa suatu syarat merupakan sebab,jika menurut sifatnya pada umumnya sanggup untuk menimbulkan akibat.selanjutnya Hoge Raad memberikan perumusan,bahwa suatu perbuatan merupakan sebab jika menurut pngalaman dapat diharapkan/diduga akan terjadinya akibat yang bersangkuyan.Ajaran ini mencampur adukkan antara causalitet dan pertanggungjawaban.Hoge Raad menganut ajaran adequate.Hal ini ternyata dari arrest nya tanggal 18 November 1927,dimana dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan akibat yang langsung dan seketika adalah akibat yang menurut aturan-aturan pengalaman dapat diharapkan terjadi.
4.Wujud Ganti Rugi
Pada umumnya ganti rugi diperhitungkan dalam sejumlah uang tertentu. Hoge Raad malahan berpendapat, bahwa penggantian “ongkos, kerugian, dan bunga” harus dituangkan dalam sejumlah uang tertentu. Namun jangan menjadi rancu; kreditur bisa saja menerima penggantian in natura dan membebaskan debitur. Yang tidak dapat adalah bahwa debitur menuntut kreditur agar menerima ganti rugi dalam wujud lain daripada sejumlah uang.
Pendapat seperti itu dengan tegas dikemukakan, ketika Hoge Raad menghadapi masalah tuntutan ganti rugi dari seorang yang minta kepada toko perhiasan, agar perhiasan yang ia beli daripadanya diperbaiki, tetapi perbaikan itu ternyata malah menimbulkan kerusakan dan kerugian lebih parah lagi. Hof memutuskan bahwa pemilik toko perhiasan harus mengganti kerugian, dengan cara mengembalikan harga yang dulu dibayar oleh pembeli dan pembeli mengembalikan perhiasannya. Cara perhitungan ganti rugi seperti ini tidak dibenarkan olehHoge Raad. Ganti rugi harus diwujudkan dalam sejumlah uang.
Pitlo berpendapat bahwa undang-undang kita tidak memberikan dasar yang cukup kuat untuk kita katakan, bahwa tuntutan ganti rugi hanya dapat dikemukakan dalam sejumlah uang tertentu.12 Alasan pokoknya sebenarnya adalah bahwa berpegang pada prinsip seperti itu banyak kesulitan-kesulitan dapat dihindarkan. Anehnya, kalau ganti rugi itu berkaitan denganonrechtmatige daad, maka syarat “dalam wujud sejumlah uang” tidak berlaku, karena Hoge Raad dalam kasus seperti itu membenarkan tuntutan ganti rugi dalam wujud lain.
Walaupun demikian hal itu tidak berarti, bahwa untuk setiap tuntutan ganti rugi kreditur harus membuktikan adanya kepentingan yang mempunyai nilai uang. Hal itu akan tampak sekali pada perikatan untuk tidak melakukan sesuatu, dimana pelanggarannya biasanya menimbulkan kerugian yang sebenarnya tidak dapat dinilai dengan uang.
Sering pula muncul pada tuntutan ganti rugi atas dasar onrechtmatige daad. Namun adanya ganti rugi atas kepentingan yang tidak dapat dinilai dengna uang, secara tegas-tegas diakui, seperti pada pasal 1601w KUHPerdata yang menyatakan bahwa :
“ Jika salah satu pihak dengan sengaja atau karena salahnya telah berbuat melawan dengan salah satu kewajibannya dan kerugian yang karenanya diderita oleh pihak lawan tidak dapat dinilaikan dengan uang, maka Hakim akan menetapkan suatu jumlah uang menurut keadilan, sebagai ganti rugi”.
Jadi yang dimaksud bukannya sifat dari kepentingan yang dirugikan, tetapi apakah yang dirugikan bisa dipulihkan dengan pembayaran ganti rugi sejumlah uang. Kalau bisa maka hal itu berarti, bahwa kerugian itu bisa dinilai dengan uang. Untungnya pengadilan dalam hal ini tidak mengambil sikap yang kaku; rasa sakit bisa dihilangkan atau dikurangi dengan pemberian obat (yang dibayar dengan sejumlah uang), kebutaan dibantu dengan seorang penuntun (yang harus dibayar secara berkala), kenikmatan estetika bisa diganti dengan kenikmatan sejenis yang lain (yang harus dibeli atau dibayar dengan sejumlah uang). Konsekuensinya, Hakim tidak berhak menetapkan ganti rugi sejumlah uang tertentu atas kerugian, kalau bagaimanapun dengan uang itu (kerugian) tidak akan dapat dikurangi atau diperbaiki, kecuali sudah tentu kalau undang-undang sendiri membolehkan hal seperti itu.
5. Bentuk-Bentuk Kerugian
Bentuk-bentuk kerugian dapat kita bedakan atas dua bentuk yakni :

a. Kerugian materiil

b. Kerugian immateriil

Undang-undang hanya mengatur penggantian kerugian yang bersifat materiil. Kemungkinan terjadi bahwa kerugian itu menimbulkan kerugian yang immateriil, tidak berwujud, moril, idiil, tidak dapat dinilai dengan uang, tidak ekonomis, yaitu berupa sakitnya badan, penderitaan batin, rasa takut, dan sebagainya.
Sulit rasanya menggambarkan hakekat dan takaran obyektif dan konkrit sesuatu kerugian immateriil. Misalnya: bagaimana mengganti kerugian penderitaan jiwa. Si A berjanji kepada si B untuk menjual cincin berlian sekian karat. Ternyata berlian itu palsu yang mengakibatkan kegoncangan dan penderitaan batin bagi si B. Bagaimana memperhitungkan kerugian penderitaan batin dimaksud? Sekalipun memang benar menentukan hakekat dan besarnya kerugian non-ekonomis, ganti rugi terhadap hal ini pun dapat dituntut. Penggantiannya dialihkan kepada suatu perhitungan yang berupa “pemulihan”. Biaya pemulihan inilah yang diperhitungkan sebagai ganti rugi yang dapat dikabulkan oleh hakim.
Seperti dalam contoh di atas, tentu tidak dapat diganti kegoncangan jiwa yang diderita oleh si pembeli tersebut. Tetapi debitur dapat “dibebankan” sejumlah biaya pengobatan rehabilitasi. Misalnya ongkos dokter dan biaya sanatorium. Sampai benar-benar si kreditur itu pulih kembali. Atau kalau kita ambil kecelakaan yang semakin merajalela di jalan raya. Karena kesalahan dan kecerobohan , A menabrak B sehingga kakinya harus diamputasi. Tak mungkin debitur mesti mengganti kaki yang dipotong itu. Bagaimana mengherstel kaki yang sudah dipotong. Yang rasional ialah sejumlah ganti rugi kebendaan berupa uang. Ini sesuai pula dengan ketentuan pasal 1371 KUHPerdata yang menyatakan : cacat atau puntung pada bagian badan / tubuh yang dilakukan dengan “sengaja” atau oleh karena “kurang hati-hati”, memberi hak kepada orang itu menuntut “bayaran” di luar biaya pengobatan. Dari pasal ini dapat ditarik kesimpulan si korban dapat menuntut ganti rugi “kebendaan” atau kerugian yang non-ekonomis, yang terdiri dari :

- sejumlah biaya pengobatan ;

- dan sejumlah uang bayaran sesuai dengan keadaan cacat yang diderita.

Mengenai ukuran uang bayaran cacat di luar pengobatan tadi, dinilai atas dasar “kedudukan dan kemampuan” kedua belah pihak, sambil memperhatikan hal ihwal kejadian itu sendiri.
Akan tetapi tidak setiap kerugian ekonomis mesti diganti dengan suatu yang bersifat kebendaan yang bernilai uang. Malah kadang-kadang lebih tepat diganti dengan hal-hal yang bersifat non-ekonomis pula. Umpamanya “hak perseorangan” (persoonlijkerechten) : integritas pribadi, kebebasan pribadi, memulihkan nama baik dan sebagainya. Dalam hal ini pemulihan atau rehabilitasi hak asasi perseorangan tadi, jauh lebih efektif dari pada penilaian ganti rugi uang.
Namun di luar hal-hal yang tersebut tadi biasanya ganti rugi non-ekonomis lebih sempurna bila diganti dengan sejumlah uang sebagai alat rehabilitasinya. Asal benar-benar jumlah ganti rugi tadi “efektif” banyaknya sesuai dengan perhitungan yang memungkinkan tercapainya hasil pemulihan yang mendekati keadaan semula. Misalnya pengobatan sanatorium disamping biaya pemulihan dan kehidupan selanjutnya, haruslah benar-benar efektif nilainya (effectieve waarde).

KESIMPULAN

Ganti rugi sebagai akibat pelanggaran norma, dapat disebabkan karena wanprestasi yang merupakan perikatan bersumber perjanjian dan perbuatan melawan hukum yang merupakan perikatan bersumber undang-undang. Ganti rugi sebagai akibat wanprestasi yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat juga diberlakukan bagi ganti rugi sebagai akibat perbuatan melawan hukum. Mengingat adanya bentuk kerugian materiil dan imateriil, maka wujud ganti rugi dapat berupa natura (sejumlah uang) maupun innatura.

Nama Kelompok :

  • Ajeng Ayu SeptyaNingrum  {20210451}
  • Faidah Nailufah                {29210382}
  • Nia Fandani                      {24210954}
  • Yuli Kahono Susanti           {28210742}
www.gunadarma.ac.id

0 komentar:

Posting Komentar